Doa Iftitah (Istiftah) adalah doa yang dibaca ketika sholat. Doa ini dibaca
antara takbiratul ihram dan ta’awudz sebelum membaca surat Al Fatihah di
rakaat pertama. Doa ini bisa dibaca oleh imam atau makmum, pada sholat
sendiri atau berjamaah. Sedangkan hukum membaca doa Iftitah (Istiftah)
menurut pendapat mayoritas ulama adalah sunah. Meski begitu doa ini
dianjurkan untuk dibaca ketika sholat karena memiliki beberapa keutamaan.
Cara membaca doa ini sama dengan bacaan doa yang lain yakni dengan diucapkan
secara lisan dengan suara lirih.
Hukum Membaca Doa Iftitah (Istiftah)
Mazhab Maliki menghukumi makruh membaca doa Iftitah (Istiftah) karena sudah
memisahkan antara takbiratul ihram dengan Al Fatihah. Orang yang
melaksanakan sholat hendaknya langsung bertakbir dan membaca Al Fatihah.
Hal ini berdasarkan riwayat Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar mengawali sholat dengan
‘Alhamdulillahi rabbil ’alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun mayoritas ulama menilai bahwa membaca doa Iftitah (Istiftah) ini
hukumnya sunah, baik pada sholat wajib atau sunnah,
sholat sendirian maupun berjamaah. Doa Iftitah (Istiftah) juga
disunahkan bagi imam dan makmum, sedang musafir ataupun tidak, baik
sholatnya berdiri, duduk, ataupun berbaring. Jika dibaca akan mendapat
pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, jika ditinggalkan baik dengan
sengaja atau karena lupa maka tidak berdosa dan sholatnya tetap sah, tanpa
harus menggantinya dengan sujud sahwi di akhir sholat dan tanpa harus
mengulang sholatnya. Diantaranya dalilnya adalah hadist dari Abu Hurairah:
كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَبَّرَ فِيْ
الصَّلاَة؛ سكتَ هُنَيَّة قبل أن يقرأ. فقلت: يا رسول الله! بأبي أنت وأمي؛
أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال: ” أقول: … ” فذكره
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah bertakbir ketika
shalat, ia diam sejenak sebelum membaca ayat. Maka aku pun bertanya kepada
beliau, wahai Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku, aku
melihatmu berdiam antara takbir dan bacaan ayat. Apa yang engkau baca ketika
itu adalah:… (beliau menyebutkan doa istiftah)” (Muttafaqun ‘alaih)
Setelah menyebut beberapa doa Iftitah (Istiftah) dalam kitab Al Adzkar, Imam
An Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa semua doa-doa ini hukumnya mustahabbah
(sunnah) dalam shalat wajib maupun shalat sunnah” (Al Adzkar, 1/107).
Demikianlah pendapat jumhur ulama, kecuali Imam Malik rahimahullah. Beliau
berpendapat, yang dibaca setelah takbiratul ihram adalah
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ
yaitu surat Al Fatihah. Tentu saja pendapat beliau ini tidak tepat karena
bertentangan dengan banyak dalil.
Macam-macam Doa Iftitah (Istiftah)
Ada beberapa macam jenis doa Iftitah (Istiftah) yang dibaca oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sahabatnya, berdasarkan
riwayat-riwayat yang shahih.
Berikut ini macam-macam doa Iftitah (Istiftah) yang shahih, berdasarkan
penelitian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah terhadap
dalil-dalil doa Iftitah (Istiftah), yang tercantum dalam kitab beliau Sifatu
Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
Doa Iftitah (Istiftah) Pertama
اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ
المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا
يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ
خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah
menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku
sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah
kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin” (HR.Bukhari 2/182, Muslim 2/98)
֍ ֍ ֍
Doa ini biasa dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat
fardhu. Doa ini adalah doa yang paling shahih diantara doa Iftitah (Istiftah)
lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (2/183).
Doa Iftitah (Istiftah) Kedua
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا
مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ. أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ
بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا
إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا
إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ،
وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ،
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai
muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya
shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb
semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada
perintah-Nya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah,
Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau.
Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu.
Aku telah menzhalimi diriku sendiri dan mengakui dosa-dosaku. Karena itu
ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni
segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak
ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang
buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya
melainkan hanya Engkau. Aka aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong
agama-Mu. Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak
datang dari-Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri
petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan
dan jalan keluar kecuali dari-Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon
ampunan dari-Mu dan aku bertobat kepada-Mu” (HR. Muslim 2/185 – 186)
֍ ֍ ֍
Catatan:
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan bahwa doa Iftitah (Istiftah) di
atas dibaca saat shalat malam berdasarkan riwayat Imam Muslim. Namun, hal itu
adalah pernyataan kurang tepat dari Ibnu Hajar rahimahullah. Hadits Muslim
tidaklah menunjukkan bacaan tersebut dibaca saat shalat malam, padahal ada dua
bentuk riwayat mengenai hadits ini. Hadits ini memang dikeluarkan dalam
bahasan hadits shalat malam. Namun, hal itu bukan berarti Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam membacanya pada shalat tahajud. Yang menilai doa Iftitah
(Istiftah) ini dibaca pada shalat malam adalah Ibnul Qayyim dan juga Ibnu
Daqiq Al-‘Ied. Hal ini disebabkan karena doa Iftitah (Istiftah) ini amatlah
panjang sehingga cocok jika dibaca pada shalat malam. Wallahu a’lam. (Minhah
Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:20-21)
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa doa Iftitah (Istiftah) di atas biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam. Sebagaimana disebut dalam Zaad Al-Ma’ad, 1:196.
Doa Iftitah (Istiftah) Ketiga
اللهُ أَكْبَرُ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ
“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai
muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya
shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb
semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada
perintah-Nya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah,
Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau.
Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji”. (HR. An Nasa-i, 1/143. Di shahihkan Al
Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/251)
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) Keempat
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ.
اَللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا
يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ
الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata
untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku
patuh kepada perintah-Nya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya
Allah, tunjukilah aku amal dan akhlak yang terbaik. Tidak ada yang dapat
menujukkanku kepadanya kecuali Engkau. Jauhkanlah aku dari amal dan akhlak
yang buruk. Tidak ada yang dapat menjauhkanku darinya kecuali Engkau”. (HR. An
Nasa-i 1/141, Ad Daruquthni 112)
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) Kelima
سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، تَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ،
وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu
penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak Ilah yang berhak disembah selain
Engkau” (HR.Abu Daud 1/124, An Nasa-i, 1/143, At Tirmidzi 2/9-10, Ad Darimi
1/282, Ibnu Maajah 1/268. Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, dihasankan oleh Al
Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252)
֍ ֍ ֍
Doa ini juga diriwayatkan dari sahabat lain secara marfu’, yaitu dari ‘Aisyah,
Anas bin Malik dan Jabir Radhiallahu’anhum. Bahkan Imam Muslim
membawakan riwayat :
أن عمر بن الخطاب كان يجهر بهؤلاء الكلمات يقول : سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، تَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Umar bin Khattab pernah menjahrkan doa ini (ketika shalat) : (lalu menyebut
doa di atas)” (HR. Muslim no.399)
֍ ֍ ֍
Ibnu Taimiyah menyatakan, “Disunnahkan membaca doa Iftitah (Istiftah) tersebut
dalam shalat wajib. Sedangkan doa Iftitah (Istiftah) yang lain dianjurkan oleh
sebagian ulama untuk dibaca pada shalat nafilah (shalat sunnah).” (Kitab
Shifat Ash-Shalah min SyarhAl-‘Umdahkarya Ibnu Taimiyah, hlm. 86).
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaad Al-Ma’ad (1:194) berkata, “Ada riwayat
shahih dari ‘Umar bahwa ia mencontohkan membaca doa Iftitah (Istiftah) seperti
ini dan menganggap bahwa inilah kebiasaan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. ‘Umar menjaherkannya dan mengajarkannya kepada yang lainnya. Apa yang
dilakukan ‘Umar di sini dapat dihukumi marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam). Imam Ahmad sampai-sampai mengatakan, ‘Adapun saya, biasa
memakai doa Iftitah (Istiftah) seperti yang dibaca oleh ‘Umar. Seandainya yang
lainnya mengamalkan doa Iftitah (Istiftah) model lain, maka itu juga baik.”
Demikianlah, doa ini banyak diamalkan oleh para sahabat Nabi, sehingga para ulama pun banyak yang lebih menyukai untuk mengamalkan doa ini dalam shalat. Selain itu doa ini cukup singkat dan sangat tepat bagi imam yang mengimami banyak orang yang kondisinya lemah, semisal anak-anak dan orang tua.
Doa Iftitah (Istiftah) Keenam
سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ،
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ «ثَلَاثًا»، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
«ثَلَاثًا»
“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu
penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak Ilah yang berhak disembah selain
Engkau, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah (3x), Allah Maha Besar
(3x)” (HR. Abu Daud 1/124, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin
Nabi 1/252)
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) Ketujuh
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةً وَأَصِيْلًا
“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan
pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang” (HR. Muslim
2/99)
֍ ֍ ֍
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiallahu’anhu, ia berkata:
بينما نحن نصلي مع رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ إذ قال رجل من
القوم: … فذكره. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” عجبت لها!
فتحت لها أبواب السماء “. قال ابن عمر: فما تركتهن منذ سمعت رسول الله صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول ذلك
“Ketika kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ada
seorang lelaki yang berdoa Iftitah (Istiftah): (lalu disebutkan doa di atas).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda: ‘Aku heran, dibukakan
baginya pintu-pintu langit‘. Ibnu Umar pun berkata:’Aku tidak pernah
meninggalkan doa ini sejak beliau berkata demikian".
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) Kedelapan
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, pujian yang terbaik dan
pujian yang penuh keberkahan di dalamnya” (HR. Muslim 2/99).
֍ ֍ ֍
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, ketika ada
seorang lelaki yang membaca doa Iftitah (Istiftah) tersebut, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لقد رأيت اثني عشر ملكاً يبتدرونها ؛ أيهم يرفعها
“Aku melihat dua belas malaikat bersegera menuju kepadanya. Mereka saling
berlomba untuk mengangkat doa itu (kepada Allah Ta’ala)”
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) Kesembilan
اَللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ
فِيْهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ
فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ
فِيْهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، وَلَكَ
الحَمْدُ أَنْتَ الحَقُّ وَوَعْدُكَ الحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ
حَقٌّ، وَالجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ،
اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ،
وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا
قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ
المُقَدِّمُ، وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, segala puji bagi Engkau. Engkau pemelihara langit dan bumi serta
orang-orang yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau memiliki
kerajaan langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi
Engkau. Engkau adalah cahaya bagi langit, bumi dan siapa saja yang berada di
dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau Raja langit dan bumi dan Raja bagi
siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkaulah Al Haq.
Janji-Mu pasti benar, Firman-Mu pasti benar, pertemuan dengan-Mu pasti benar,
Firman-Mu pasti benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, para
Nabi itu membawa kebenaran, dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam itu
membawa kebenaran, hari kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepada-Mu lah aku
berserah diri. Kepada-Mu lah aku beriman. Kepada-Mu lah aku bertawakal.
Kepada-Mu lah aku bertaubat. Kepada-Mu lah aku mengadu. Dan kepada-Mu aku
berhukum. Maka ampunilah dosa-dosaku. Baik yang telah aku lakukan maupun yang
belum aku lakukan. Baik apa yang aku sembunyikan maupun yang aku nyatakan.
Engkaulah Al Muqaddim dan Al Muakhir. Tiada Rabb yang berhak disembah selain
Engkau” (HR. Bukhari 2/3, 2/4, 11/99, 13/366 – 367, 13/399, Muslim 2/184)
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) ini sering dibaca Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wasallam ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat
wajib dan shalat yang lain.
Doa Iftitah (Istiftah) Kesepuluh
اَللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيْلَ، وَمِيْكَائِيْلَ، وَإِسْرَافِيْلَ، فَاطِرَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ
بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوا فِيْهِ يَخْتَلِفُونَ، اِهْدِنِي لِمَا
اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Ya Allah, Rabb-Nya malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil. Pencipta langit
dan bumi. Yang mengetahui hal ghaib dan juga nyata. Engkaulah hakim di
antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah
aku kebenaran dalam apa yang diperselisihkan, dengan izin-Mu. Sesungguhnya
Engkau memberi petunjuk menuju jalan yang lurus, kepada siapa saja yang
Engkau kehendaki” (HR. Muslim 2/185)
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) ini juga sering dibaca Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wasallam ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat
wajib dan shalat yang lain.
Doa Iftitah (Istiftah) Kesebelas
اللهُ أَكْبَرُ «عَشْرًا»
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ «عَشْرًا»
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ «عَشْرًا»
أَسْتَغْفِرُ الله «عَشْرًا»
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ،وَاهْدِنِي،
وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ
الضِّيْقِ يَوْمَ الْحِسَابِ
“Allah Maha Besar” 10x
“Segala pujian bagi Allah” 10x
“Tiada Rabb yang berhak disembah kecuali Allah” 10x
“Aku memohon ampun kepada Allah” 10x
“Ya Allah, ampunilah aku, berilah aku petunjuk, berilah aku rizki, dan
berilah aku kesehatan” 10x
“Ya Allah, aku berlindung dari kesempitan di hari kiamat” 10x
(HR. Ahmad 6/143, Ath Thabrani dalam Al Ausath 62/2. Dihasankan Al Albani
dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/267)
֍ ֍ ֍
Doa Iftitah (Istiftah) Kedua Belas
اللَّهُ أَكْبَرُ «ثَلَاثًا» ، ذُوْ الْمَلَكُوْتِ، وَالْجَبَرُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
“Allah Maha Besar” 3x
“Yang memiliki kerajaan besar, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan” (HR. Ath Thayalisi 56, Al Baihaqi 2/121 – 122)
“Yang memiliki kerajaan besar, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan” (HR. Ath Thayalisi 56, Al Baihaqi 2/121 – 122)
Adab Membaca Doa Istiftah
Beberapa adab membaca doa Iftitah (Istiftah) dijelaskan oleh Imam An Nawawi
dalam kitab Al Adzkar (1/107) :
Disunnahkan menggabung beberapa doa Iftitah (Istiftah), dalam shalat yang
sendirian. Atau juga bagi imam, bila diizinkan oleh makmum. Jika makmum
tidak mengizinkan, maka jangan membaca doa yang terlalu panjang. Bahkan
sebaiknya membaca yang singkat. Imam An Nawawi nampaknya mengisyaratkan
hadits:
إذا أم أحدكم الناس فليخفف . فإن فيهم الصغير والكبير والضعيف والمريض . فإذا
صلى وحده فليصل كيف شاء
“Jika seseorang menjadi imam, hendaknya ia ringankan shalatnya. Karena di
barisan makmum terdapat anak kecil, orang tua, orang lemah, orang sakit.
Adapun jika shalat sendirian, barulah shalat sesuai keinginannya” (HR.Muslim
467)
Jika datang sebagai makmum masbuk, tetap membaca doa Iftitah (Istiftah). Kecuali jika sudah akan segera ruku’, dan khawatir tidak sempat membaca Al Fatihah. Jika demikian keadaannya, sebaiknya tidak perlu membaca Iftitah (Istiftah), namun berusaha menyelesaikan membaca Al Fatihah. Karena membaca Al Fatihah itu rukun shalat.
Jika mendapati imam tidak sedang berdiri, misalnya sedang rukuk, atau duduk di antara dua sujud atau sedang sujud, maka makmum langsung mengikuti posisi imam dan membaca sebagaimana yang dibaca imam. Tidak perlu membaca doa Iftitah (Istiftah) ketika itu.
Para ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat mengenai anjuran membaca doa Iftitah (Istiftah) ketika shalat jenazah. Menurut An Nawawi, yang lebih tepat adalah tidak perlu membacanya, karena shalat jenazah itu sudah selayaknya ringan.
Membaca doa Iftitah (Istiftah) itu hukumnya sunnah, tidak wajib. Jika seseorang meninggalkannya, tidak perlu sujud sahwi. Yang sesuai sunnah, doa Iftitah (Istiftah) dibaca dengan sirr (lirih). Jika dibaca dengan jahr (keras) hukumnya makruh, namun tidak membatalkan shalat.
Demikianlah artikel tentang macam-macam doa Iftitah (Istiftah). Semoga
bermanfaat.
Referensi :
1. Muslim.or.id : Macam – Macam Doa Istiftah
2. Rumaysho.com : Doa Iftitah dari Khalifah Umar bin Al-Khattab, Lengkap dengan Artinya
3. Rumaysho.com : Doa Iftitah yang Berisi Pembersihan Dosa, Lengkap dengan Artinya
Posting Komentar