Rukuk disyariatkan dalam shalat, yaitu setelah berdiri membaca ayat Al Qur’an,
kemudian bertakbir intiqal, baru setelah itu rukuk. Diantara dalilnya adalah
hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu yang dikenal dengan hadits al
musi’u shalatuhu, yaitu tentang seorang sahabat yang belum paham cara shalat,
hingga Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam mengajarkan bagaimana cara shalat
yang benar dan sah. Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
إذا قمت إلى الصلاة فكبر واقرأ ما تيسر معك من القرآن، ثم اركع حتى تطمئن
راكعا
“Jika engkau hendak shalat, bertakbirlah dan bacalah apa yang engkau mampu
dari Al Qur’an, lalu rukuk dengan tuma’ninah…” (HR. Bukhari 757, Muslim
397).
Hadits ini menunjukkan bahwa rukuk adalah salah satu rukun shalat. Jika
seseorang meninggalkan rukuk atau tidak rukuk dengan sempurna maka tidak sah
shalatnya.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah, dan sembahlah Rabb
kalian, dan kerjakanlah kebaikan, semoga kalian beruntung” (QS. Al Hajj:
77).
Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani mengatakan: “Maksudnya: shalatlah! Rukuk dan
sujud disebutkan untuk menggantikan istilah ‘shalat’ karena rukuk dan sujud
adalah rukun yang paling agung dan yang paling utama” (Dinukil dari Mausu’ah
Fiqhiyyah Muyassarah, 2/48).
Macam-macam Doa Rukuk
Bacaan doa dan dzikir yang berasal dari hadits-hadits yang shahih ada beberapa
macam, yang ini merupakan khilaf tanawwu (variasi). Diantaranya:
Doa Rukuk Pertama
سُبْحَانَ ربِّيَ العَظِيْمِ (ثلاثاً)
“Maha suci Allah yang Maha Agung” (HR. Abu Daud 874, An Nasa’i 1144,
dishahihkan Al Albani dalam Ashl Shifat Shalat Nabi, 1/268).
֍ ֍ ֍
Doa Rukuk Kedua
سُبْحَانَ ربِّيَ العَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ (ثلاثاً)
“Maha suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagiMu” (HR. Abu Daud 870, Al
Bazzar 7/322, dishahihkan Al Albani dalam Shifat Shalat Nabi, 133).
֍ ֍ ֍
Doa Rukuk Ketiga
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ، رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ
“Maha Suci Allah Rabb para Malaikat dan Ar Ruuh (Jibril)” (HR. Muslim 487).
֍ ֍ ֍
Doa Rukuk Keempat
سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ رَبَّنَا وبِحَمْدِكَ، اَللَّهُمَّ اغْفِِرْ لِيْ
“Maha Suci Allah, Rabb kami, segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR.
Al Bukhari 817).
֍ ֍ ֍
Doa Rukuk Kelima
اَللَّهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، خَشَعَ لَكَ
سَمْعِي، وَبَصَرِيْ، وَمُخِّيْ، وَعَظْمِيْ، وَعَصَبِيْ
“Ya Allah, untukMu lah aku rukuk, kepadaMu lah aku beriman, untukMu lah aku
berserah diri, kutundukkan kepadaMu pendengaranku dan penglihatanku, serta
pikiranku, tulang-tulangku dan urat syarafku” (HR. Muslim 771).
֍ ֍ ֍
Doa Rukuk Keenam
اَللَّهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ
تَوَكَّلْتُ أَنْتَ رَبِّي خَشَعَ سَمْعِيْ وَبَصَرِيْ وَدَمِيْ وَلَحْمِيْ
وَعَظْمِيْ وَعَصَبِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالِمِينَ
“Ya Allah, untukMu lah aku rukuk, kepadaMu lah aku beriman, untukMu lah aku
berserah diri, kepadaMu lah aku bergantung, Engkau adalah Rabb-ku,
kutundukkan kepadaMu pendengaranku dan penglihatanku, serta darahku,
dagingku, tulang-tulangku dan urat syarafku, semua untuk Allah Rabb semesta
alam” (HR. An Nasa’i 1050, dishahihkan Al Albani dalam Shifatu Shalatin
Nabi, 133).
֍ ֍ ֍
Doa Rukuk Ketujuh
سُبْحَانَ ذِيْ الْجَبَرُوْتِ وَالْمَلَكُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ
وَالْعَظَمَةِ
“Maha Suci Dzat yang memiliki Jabarut dan Malakut dan memiliki kedigjayaan
dan keagungan” (HR. An Nasa’i 1131, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An
Nasa’i 1131).
֍ ֍ ֍
Bagaimana hukum membaca dzikir-dzikir tersebut? Syaikh Abdul Aziz Ath
Tharifi mengatakan: “Dzikir ketika rukuk hukumnya sunnah mu’akkadah. Ini
adalah pendapat Abu Hanifah, Malik dan Asy Syafi’i. Jadi andaikan
ditinggalkan maka tidak berdosa dan shalatnya tetap sah. Baik ditinggalkan
karena lupa atau karena sengaja…. Sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq mengatakan
hukumnya wajib, jika ditinggalkan sengaja maka batal shalatnya namun jika
karena lupa tidak batal” (Shifatu Shalatin Nabi lit Tharify, 122-123).
Manakah yang lebih utama, membaca salah satu dzikir saja ataukah digabung?
Sebagian ulama menganjurkan secara mutlak untuk menggabungkan dzikir-dzikir
yang ada. Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad (1/37) menyebutkan:
وكان يقول: (سُبْحَانَ ربِّيَ العَظِيمِ) . وتارة يقول مع ذلك، أو مقتصراً
عليه: (سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ رَبَّنا وبِحَمدِكَ، اَللَّهُمَّ اغْفِِرْ
لِيْ)
“Nabi biasa membaca ‘subhaana robbi al ‘azhim‘ dan terkadang dibarengi juga
dengan membaca ‘subhaanallahumma robbana wabihamdika, allohummaghfirli‘ atau
kadang hanya mencukupkan diri dengan yang pertama” (dinukil dari Ashlu
Shifatis Shalat, 2/649).
Imam An Nawawi dalam Al Adzkar mengatakan:
والأفضل أن يجمع بين هذه الأذكار كلها؛ إن تمكن، وكذا ينبغي أن يفعل في أذكار
جميع الأبواب
“Yang paling utama adalah menggabungkan dzikir-dzikir tersebut semuanya jika
memungkinkan. Hendaknya menerapkan hal ini juga pada dzikir-dzikir yang ada
di bab lain”
Namun yang lebih tepat dan lebih utama adalah terkadang membaca dzikir yang
A, terkadang membaca yang B, terkadang membaca yang C, dst.
Pendapat-pendapat ulama yang menganjurkan digabung dikomentari oleh Allamah
Shiddiq Hasan Khan dalam Nazilul Abrar (84) :
يأتي مرة بهذه، وبتلك أخرى. ولا أرى دليلاً على الجمع. وقد كان رسول الله
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يجمعها في ركن واحد؛ بل يقول هذا مرة،
وهذا مرة، والاتباع خير من الابتداع
“Yang lebih tepat adalah terkadang membaca dzikir yang ini terkadang membaca
dzikir yang itu. Saya memandang tidak ada dalil yang mendukung pendapat
dianjurkan menggabung. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah
menggabungnya dalam satu rukun, namun beliau terkadang membaca yang ini dan
terkadang membaca yang itu. Dan meneladani Nabi lebih baik daripada
membuat-buat cara baru” (dinukil dari Ashlu Shifatis Shalat, 2/649).
Dan pendapat Shiddiq Hasan Khan ini juga yang dikuatkan oleh Al Albani
rahimahullah.
Larangan membaca ayat Al Qur’an ketika rukuk
Pada saat rukuk dilarang membaca ayat-ayat Al Qur’an, sebagaimana juga
dilarang ketika sujud. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, beliau
mengatakan:
نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ
رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarangku membaca Al Qur’an
dalam keadaan rukuk dan sujud” (HR. Muslim no. 480).
At Tirmidzi mengatakan: “Demikianlah pendapat para sahabat Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, para Tabi’in dan yang setelahnya, mereka
melarang membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud” (dinukil dari Ashl Shifat
Shalat Nabi, 2/669).
Dan larangan ini berlaku baik dalam shalat wajib, maupun dalam shalat
fardhu. Al Albani mengatakan, “Yang zhahir, tidak ada perbedaan antara
shalat wajib dan shalat sunnah dalam hal ini, karena haditsnya umum.
Pendapat ini diselisihi oleh Atha’, ia mengatakan: aku tidak melarang jika
engkau membaca Al Qur’an ketika rukuk atau sujud dalam shalat sunnah” (Ashl
Shifat Shalat Nabiy, 2/669).
Diantara hikmah larangan ini adalah agar ketika rukuk dan sujud seseorang
menyibukkan diri dengan dzikir dan doa. Abdullah bin Abbas
radhiallahu’anhuma mengatakan,
ألا وإني نُهيتُ أن أقرأَ القرآنَ راكعًا أو ساجدًا, فأما الركوعُ فعظموا فيه
الربَّ عز وجل وأما السجودُ فاجتهدوا في الدعاءِ فقَمِنٌ أن يستجابَ لكم
“Ketahuilah, aku dahulu dilarang oleh Nabi untuk membaca Al Qur’an ketika
rukuk dan sujud. Adapun rukuk, hendaknya kalian banyak mengagungkan Ar Rabb
‘Azza wa Jalla. Adapun ketika sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa
karena doa ketika itu sangat layak untuk dikabulkan” (HR. Muslim 479).
Oleh karena itu, selain bacaan dzikir-dzikir yang disebutkan di atas juga
dibolehkan serta disunnahkan ketika rukuk untuk memperbanyak dzikir yang
diajarkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, yang isinya mengagungkan Allah
secara umum tanpa dibatasi dengan lafadz tertentu (Shifat Shalat Nabi lit
Tharifiy, 125).
Para ulama juga menyebutkan hikmah-hikmah lain dari larangan ini. Al Mulla
Ali Al Qari menjelaskan: “Al Khathabi mengatakan bahwa hikmah larangan ini
karena rukuk dan sujud itu keduanya adalah posisi puncaknya ketundukkan dan
perendahan diri yang hendaknya dikhususkan dengan dzikir dan tasbih. Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam melarang membaca Qur’an ketika itu seakan-akan
beliau tidak menyukai dicampurkannya kalam Allah dengan kalam manusia pada
satu tempat sehingga seolah-olah setara. Disebutkan Ath Thibi juga, bahwa
hal tersebut juga terlarang dalam keadaan berdiri” (Mirqatul Mafatih Syarah
Misykatul Mashabih, 1/711).
Berdoa ketika rukuk
Syaikh Abdul Aziz Ath Tharify menjelaskan: “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
(dalam rukuk) membaca:
سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ رَبَّنا وبِحَمدِكَ، اَللَّهُمَّ اغْفِِرْ لِيْ
“Maha Suci Allah, Rabb kami, segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku”
(HR. Al Bukhari 817).
Ini menunjukkan bahwa rukuk merupakan tempat yang utama untuk berdoa. Maka
seseorang boleh berdoa ketika rukuk dengan doa-doa yang ia bisa disamping
juga banyak berdzikir mengagungkan Allah Jalla wa ‘Ala. Ini tidak menafikan
hadits “Adapun rukuk, hendaknya kalian agungkan Ar Rabb”. Karena doa ini
adalah tambahan dari dzikir mengagungkan Allah, sebagaimana yang dikatakan
oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka keduanya digabungkan. Dan lafadz
“Ya Allah ampuni dosaku” (dalam dzikir rukuk) ini menerapkan firman Allah
Ta’ala (yang artinya): “Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan memohon
ampunlah” (QS. An Nashr: 3)” (Shifat Shalat Nabi lit Tharify, 126).
Maka dibolehkan juga dalam keadaan rukuk untuk memperbanyak doa, dengan
doa-doa yang diajarkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam atau doa lainnya
secara mutlak dengan menggunakan bahasa arab.
Demikianlah artikel tentang macam-macam doa Rukuk. Semoga bermanfaat.
Referensi :
1. Muslim.or.id : Tata Cara Rukuk Dalam Shalat (1)
2.
Muslim.or.id : Tata Cara Rukuk Dalam Shalat (2)
Posting Komentar